Senin, 22 Juni 2015

Dulu, kita hanya terpisah oleh perasaan.
Kita masih sering berjumpa, aku masih sering melihat wajahmu, aku masih sering melihat senyummu, tawamu, walau itupun harus berusaha sekuat tenaga.
Namun sekarang, semuanya bertambah teruk.
Kita harus terpisah oleh jarak, maupun waktu.
Tunggu, kita?
Apa kata itu dapat aku gunakan untuk menyebut diriku dan dirimu?
Aku tau dirimu, semua tentangmu.
Tapi kau? Kau sama sekali tidak tau diriku dan apa-apa tentangku.
Yang kau tau tentang diriku hanyalah sekadar wanita yang hanya bisa mencintaimu tanpa bisa memiliki bahkan menyentuh hatimu.
Perpisahan kala itu, yang sekaligus menjadi saat pengumuman kelulusan, adalah saat terakhir aku bisa melihat wajahmu.
Dan di saat bersamaan, aku melihat seorang wanita membonceng motormu dan merangkulmu dari belakang dengan sangat mesra.
Apakah dia kekasihmu? Iya?
Kalian berdua melewatiku begitu saja.
Kalian membiarkan aku melihat kalian berdua bermesraan begitu.
Hatiku hancur seketika itu.
Sepanjang jalan sepulang dari sana, aku menangis.
Aku menangis.
Aku tidak peduli orang-orang memandangiku dengan aneh.
Aku tidak peduli aku dikata bagai pengantin kabur, karna saat itu aku memakai kebaya, dan berdandan, seperti pengantin.
Aku tidak peduli dengan rasa maluku.
Setapak demi tapak langkahku dibasahi oleh air mataku sendiri.
Karna saat itu, perasaanku telah mengalahkan rasa maluku.
Aku benar-benar gila.
Aku merasa gila.
Seharusnya, hari itu aku senang, karna aku lulus dengan nilai yang cukup memuaskan bagiku.
Dan karna sehari sebelumnya, aku telah berjanji pada diriku sendiri, bahwa esok hari, tidak akan ada lagi apa itu tangis.
Apapun yang terjadi, aku tidak boleh menangis.
Namun nyatanya, aku tidak bisa. Aku telah melanggar janjiku sendiri.
Sekali lagi, aku menangis. Karnamu. Karna kalian.
Seharusnya, kalaupun hari itu aku menangis, itu karena aku akan berpisah dengan kawan-kawan baikku, bukan karenamu, dan dia.
Namun lagi-lagi Tuhan berkata lain, aku menangis karena orang yang paling aku sayang, setelah ibuku.
Aku berpikir, apa kali ini Tuhan salah menulis takdir?
Aku tidak seharusnya mencintai kau.
Cinta ini salah.
SALAH.
Hatiku ini bukanlah tempat yang tepat untuk cinta sebesar itu.
Aku tidak tahan lagi.
Mau aku apakan, mau aku kemanakan, sisa-sisa luka dan perasaan ini setelah aku tidak pernah berjumpa denganmu lagi?
Aku juga pernah berpikir, apa aku punya dosa besar yang tak termaafkan, sampai-sampai tuhan mengujiku seberat ini.
Aku diberi cinta yang sedalam ini?
Dan hanya aku yang merasakannya?
Kau tidak?
Aku pikir kali ini Tuhan juga tidak adil.

Tidak ada komentar: